Jumat, 28 Agustus 2015

Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 3) - Berkas (Dokumen)

Eh halo, apa kabar? Maaf akhir-akhir ini saya sedang sibuk. Biasa, sibuk nyampah di rumah, makan, jalan-jalan. Hahahaha. Maklum pengangguran. Hahahaha.

Baiklah, saya jadi merasa bersalah karena ternyata saya masih punya ‘hutang’ banyak dengan blog ini. Maaf, maaf, saya nggak bermaksud PHP. L

Langsung saja ya.

Setelah tahapan wawancara yang super wow itu, seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya diminta oleh universitas untuk mengirim berkas, sehari setelah proses wawancara, yakni hari Rabu tanggal 21 Januari 2015. Oh wow! Sehari! Berkasnya lumayan agak nggak banyak sebenarnya. Tapi ya tapi, saya pikir waktu itu ya udah sih ya, katanya mau dapat beasiswa, wis lah manut wae. Ngikut aja. Bismillah. Sip.

Sejauh yang saya ingat, pada saat itu, saya diminta untuk mengirimkan:

1. Formulir pendaftaran yang sudah diberi pas foto 3,5x4,5
2. Kenkyuu Keikaku alias rencana penelitian
3. Rekomendasi Dekan (nah ini yang agak bikin panik sebenarnya. Sampai hari terakhir wawancara, rekomendasi dekan punya saya belum jadi karena ya saya baru menulis surat permohonan permintaan rekomendasinya…Senin pagi (lha wong saya juga baru tau ternyata butuh rekomendasi dekan, soalnya di pemberitahuannya hanya butuh rekomendasi kaprodi). Aslinya, Senin sore, surat rekomendasinya sudah jadi, tapi ternyata, pihak NWU –universitasnya—mengirim imel pada saya mengenai format surat rekomendasi yang benar pada Senin petang –beberapa jam setelah saya dapat kabar dari sekretaris Pak Dekan kalau suratnya sudah jadi--!! Amsyong, betapa nggak enaknya saya sama Mas Sekretaris! Untungnya Mas Sekretaris orangnya baik, jadi masih bisa disusulin :’). Tapi masalahnya, Pak Dekan pada hari Selasa ada acara zibuk zeharian full dan saya bisa melihat raut kepanikan para interviewer saya ketika wawancara hari terakhir dan saya masih belum dapat surat rekomendasi. Sabar, Sensei. Insya Allah bisa, kok! Bisa! Dan Alhamdulillah akhirnya saya bisa mendapat surat rekomendasi itu di hari Rabu pagi, beberapa menit sebelum saya kirim semua berkasnya ke Jepang. Hahaha)
4. Rekomendasi Kaprodi. Karena saya sedang melanjutkan studi di S2, saya meminta surat rekomendasinya pada Pak Profesor Kaprodi saya. Alhamdulillah yang ini mah nggak ada masalah. Makasih, Prof Putu :D
5. Fotokopi paspor. (Belakangan saya diminta mengirim kembali scan­ paspor saya yang baru via imel karena yang saya kirim adalah fotokopi paspor lama saya yang akan expire Februari 2016)
6. Fotokopi Kartu Keluarga. Karena semua dokumen yang dikirim harus berbahasa Inggris atau Jepang dan/atau dilampiri dengan terjemahan Inggris dan/atau Jepang, saya menggunakan jasa penerjemahan tersumpah di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Fotokopi KK yang bahasa Indonesia juga saya lampirkan di berkas yang saya kirim ke Jepang. Saran saya untuk teman-teman yang ingin menerjemahkan dokumen resmi macam KK dan yang lainnya, gunakan jasa penerjemahan tersumpah karena nanti akan dapat cap resmi. Cari yang benar-benar terpercaya dan tentunya dengan harga yang masuk akal. Hindari gagasan kreatif diterjemahin sendiri, apalagi pakai Google Translate -_-.
7. Fotokopi KTP. Saya juga pakai metode yang sama dengan KK di atas.
8. Fotokopi Ijazah S1. Yang ini saya nggak perlu repot-repot ke jasa penerjemahan karena fakultas saya juga mengeluarkan ijazah versi bahasa Inggris.
9. Fotokopi Transkrip Nilai S1. Sama seperti ijazah, fakultas saya juga sudah mengeluarkan ijazah resmi dalam bahasa Inggris, tinggal difotokopi dan dilegalisir dilegalisasi.
10. Abstraksi Skripsi S1.
11. Fotokopi Sertifikat dan Nilai JLPT. Saya pakai JLPT, bukan TOEFL untuk mendaftar, saya pakai JLPT level N2.
12. Surat Perjanjian.

Seingat saya ‘hanya’ segitu. Tapi persiapannya membuat saya harus stay di kantor ibu saya pada hari Selasa itu, sampai jam setengah sembilan malam! Karena pihak universitas tidak hanya meminta versi hardfile, mereka juga meminta versi soft file alias versi scan-scan-annya yang harus saya kirim malam itu juga! Kenapa harus malam itu juga? Sebenernya saya bisa mengirimnya esok paginya –hari Rabu--, yang penting sebelum saya kirim via pos, saya sudah ngirim file ke imel mereka. Tapi saya nggak mau dengan alasan ‘saya nggak tau apa yang terjadi besok’. Hasek. Malam itu juga, saya mengirim semua file yang diminta, kecuali surat rekomendasi dekan (karena belum jadi -_-).

Oh iya, untuk berkas yang jadi persyaratan beasiswa RS U to U, setiap universitas bisa berbeda-beda ya. Tapi silakan saja menjadikan daftar dokumen di atas sebagai acuan. Bisa jadi universitas yang dituju temen-temen bisa meminta dokumen lain atau malah dari daftar di atas tidak semua dokumen diminta.

Nah, esoknya, setelah semua berkas terkumpul dan saya fotokopi rangkap tiga semua dokumen itu (mereka nggak meminta rangkap tiga sih, saya hanya jaga-jaga saja. Hahaha), kemudian saya kirim via EMS Pos Indonesia (dari awal mereka sudah meminta saya untuk mengirim via EMS, tidak dengan jasa pengiriman barang lain). Mahal ya ongkos kirimnya, hampir 200 ribu rupiah! Lalu kemudian saya balik ke kampus lagi, scan bukti pengiriman saya dan mengirim imel ke pihak kampus. Nah, dokumen saya kan sudah harus sampai Jepang tanggal 26 Januari dan pihak Pos Indonesia nggak bisa janji-janji bisa datang tepat waktu. Doh, Dek! Tapi Alhamdulillah ternyata bisa sampai Jepang tanggal 26 Januari pagi.

Selesai!

Yakin selesai???
Itu yang malem-malem profesornya kirim imel itu dan bikin nggak bisa tidur semaleman, nggak diceritain juga?

Hahahaha.

Ha-ha-ha
-_-“

Yang ini jangan dicontoh, Sodara Pendengar! Saya tekankan di postingan ini ya, pokoknya (nah ya kalau sudah pakai kata pokoknya…), ketika mengirim berkas dokumen beasiswa apapun, mohon dicek dan ricek kelengkapannya, sudah sesuai dengan ketentuan belum, dan sebagainya.

Karena…..calon profesor saya malem-malem kirim imel ke saya kalau berkas saya ada yang salah dan kurang!

Jedeeeerrrrrr….

Demi Super Junior nari gojigo goyang 25!

Itu adalah malapetaka dari sumber malapetaka bagi para pelamar beasiswa: dokumen salah dan kurang! Masih untung calon profesor saya mau kasih tahu dan memberi kesempatan buat saya untuk revisi. Kalau enggak? Langsung dicoret ret nama saya dan langsung nggak lolos beasiswa. Puji syukur, Allah masih baik sama saya :’).

Saya langsung saat itu juga (untung lihat imel, untuuuung) revisi dokumen-dokumen yang diminta. Tambal sana-sini, kurangi sana-sini, perbaiki sana-sini. Setelah saya pastikeun baheuwa dokumen yang saya revisi sudah dipastikan oke sama profesor saya, langsung pagi harinya (enggak tidur, mas beroh!) saya lari ke kantor pos, kirim dokumen lagi!

Duit lagi! -_-

Hedeh, parah gilak! Jangan ditiru ya, temen-temen!

Baca sebelumnya:
1. Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya
2. Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) -  Tahap Wawancara Wow 

Selanjutnya
Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 4) - PENGUMUMAN!!!!!

ja ne...

Rabu, 26 Agustus 2015

Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) - Tahap Wawancara Wow

Baca sebelumnya di Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya

Ini ceritanya meneruskan postingan yang lalu (baca tautan di atas) tentang tahapan-tahapan unik saya dalam mengikuti beasiswa Monkasho RS U to U.

Nah, tahapan selanjutnya yang harus saya ikuti adalah tahap wawancara. Seperti yang sudah saya tulis di postingan sebelumnya bahwa Bu M, dosen Nara Women's University (NWU) mengirim imel kepada saya bahwa Beliau dan kolega-koleganya 'penasaran' pada saya (baca: wawancara), sehingga ingin mengontak saya via Skype.

Jadi, teman-teman sekalian, proses ini terbilang sangat amat cepat sekali. Jarak antara saya menghubungi Kaprodi Sastra Jepang UGM via mesej Facebook, kemudian saya diimel oleh dosen NWU, hingga saya masuk ke tahap wawancara, hanya sekitar tiga hari! Atau mungkin bisa kurang. Pokoknya ini serba mefet dan sampai-sampai saya nggak sadar apa yang telah terjadi. Hahaha.

Setelah berlangsung imel-imelan yang seru itu, Bu M kemudian menetapkan tanggal wawancara pertama kami, yakni tanggal 18 Januari 2015.

Pertama? Ya, pertama.

Apa saya sudah bilang kalau tahap wawancara yang harus saya ikuti berjumlah TIGA kali?

Oh, belum ya? Maap, maap.

Bisa jadi mungkin saking penasarannya dengan kami (kata ganti berubah dari 'saya' menjadi 'kami' bukan karena tidak konsisten, baca postingan sebelumnya ya), Bu M dan kolega-koleganya meminta waktu selama tiga hari berturut-turut untuk wawancara via Skype. Hahaha. Mantaf!!!

(Jadi itulah mengapa judul postingannya adalah 'Tahap Wawancara Wow').

Hahaha.

Oke, Lanjut.

Nah, karena ada tiga hari, saya bagi waktunya berdasarkan tanggal saja ya.

Minggu, 18 Januari 2015
Teman-teman mungkin heran, hari Minggu ada wawancara beasiswa. Via Skype pula. Yah itulah Jepang, Kawans :'). Hari Minggu saya memilih kampus sebagai tempat wawancara saya. Bukan apa-apa, karena saya percaya dengan koneksi internet kampus yang yahud dan nggak putus-putus. Nggak lucu dongs kalau di tengah wawancara tiba-tiba internet mati dan buyar semua.

Nah, uniknya, beberapa jam sebelum wawancara, Bu M mengubah cara berkomunikasi kami yang awalnya menggunakan bahasa Inggris menjadi.... bahasa Jepang. Alasannya karena wawancara akan dilakukan dengan bahasa Jepang. Hehehe. Dan sebelumnya pula, Bapak Kaprodi nyempetin waktu buat telepon saya untuk menyemangati saya dan memastikan kondisi saya baik-baik saja :').

Singkat cerita, sampailah saya di kampus. Saya memilih bersembunyi di ruangan ibu saya karena kecepatan internet kampus paling mantap di situ supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk suara-suara yang tidak diinginkan. Sekitar pukul 11.00, wawancara pun dimulai. Ada tiga pewawancara, perempuan semua, salah satunya adalah Bu M.

Pertanyaan pertama mereka adalah mengenai calon penelitian saya.

Ketika saya hendak menjawab, internet tiba-tiba putus. Hiaaaaaaaaaaaaa......... Panik kan.... Tapi untungnya alhamdulillah dapat tersambung kembali. Hedeh.

Intinya di wawancara tersebut, saya banyak ditanyai mengenai calon penelitian saya. Kenapa saya memilih topik tersebut. Tentang teori. Tentang metode. Intinya ya tentang proposal penelitian saya. Wawancara hanya sekitar 20 menit. Kemudian, di akhir wawancara, mereka meminta saya untuk bertanya pada mereka mengenai hal-hal yang saya nggak ngerti tentang tahapan seleksi ini.

Wah, kesempatan, pikir saya.

Saya banyak bertanya tentang teknis-teknis seleksi beasiswa, apa yang harus saya lakukan, dan sebagainya. Karena saya benar-benar buta dengan hal-hal tersebut. Para pewawancara kemudian menjelaskan dengan sangat baik dan ramah.

Lalu kemudian, sekali lagi, Bu M mengingatkan saya bahwa seleksi ini akan berjalan sangat hectic.

Setelah wawancara berakhir, saya kembali dikirimi imel oleh Bu M. Bu M menulis bahwa pihak NWU telah menetapkan calon dosen pembimbing untuk kami. Kakak kelas saya
mendapat Bu M, saya mendapat Bu Y.

-----
Intermezzo:
Sebelum wawancara dimulai pada tanggal 18 Januari 2015, sebenarnya saya sudah memilih salah satu profesor NWU yang sekiranya sesuai dengan bidang saya. Berdasarkan pengalaman ketika wawancara RS G to G 2014, ketika wawancara, saya ditanyai mengenai calon profesor dan saya melihat bahwa para pewawancara itu mencatat nama-nama profesor dan universitas yang saya sebutkan. Jadi, untuk jaga-jaga, saya juga mencari sendiri calon profesor saya di NWU, dan meskipun saya belum menghubungi Beliau, setidaknya ketika diwawancarai, saya sudah punya jawaban mengenai nama calon profesor.
-----

Ternyata tidak sesuai dengan dugaan saya karena pihak NWU telah memberikan nama calon profesor saya. Ya sudah, malahane, pikir saya. Kemudian, malam harinya, saya dihubungi oleh Bu Y, kami imel-imelan seperti chatting-an: begitu Bu Y mengirim imel pada saya, saya langsung balas, begitu seterusnya. Kami ber-imel ria hingga pukul 12 malam waktu Jogja alias pukul 2 malam waktu Jepang! Setelah sekiranya imel Beliau tidak membutuhkan balasan dari saya, saya akhirnya tidur (ngantuk, Bro!)

Senin, 19 Januari 2015
Wawancara kedua ini berlangsung pada pukul 11.30. Lagi-lagi saya memilih kampus sebagai tempat wawancara. Kali ini, tema wawancaranya adalah mengenai tema skripsi saya. Saya banyak ditanyai tentang isi skripsi saya, alasan memilih objek penelitian, dan sebagainya. Untung saja tema skripsi saya berhubungan dengan tema calon penelitian saya, sehingga ketika ditanya sudah terbiasa menganalisis objek kajian saya (film), saya menjawab sudah.

Tak lupa para pewawancara mengingatkan mengenai berkas alias dokumen yang harus saya kumpulkan. Mereka mengingatkan bahwa saya membutuhkan rekomendasi dekan dan kaprodi S2 saya (oh iya, pada saat itu saya sedang mengambil program S2 Ilmu Linguistik UGM). Dan seluruh persyaratan dokumen yang dibutuhkan harus sudah dikirim ke Jepang via pos pada hari Rabu --sehari setelah tes wawancara--!!! 

Jadi inilah yang dimaksud dengan hectic oleh Bu M. Hmmm... Okeh, semangat Fia!!

Selasa, 20 Januari 2015
Wawancara terakhir. Akhirnya. Lagi-lagi saya memilih kampus sebagai tempat wawancara. Ehehehe. Kali ini wawancaranya lebih santai karena para pewawancara sebenarnya ingin kenal lebih jauh lagi dengan saya. Pertanyaannya lebih ringan dan personal. Misalnya, 

"Nggak papa nih jauh dari keluarga?"
"Apa yang kamu ketahui tentang Nara?" ("Kota dengan banyaaaaaaak peninggalan sejarah") 
"Kamu suka budaya Jepang juga?" 
"Kamu kan muslim, makanannya di sana nanti gimana?"
"Eh rumahmu kan jauh tuh dari UGM, berapa lama jarak rumah ke kampus?" 

Ada kalanya bahkan diselingi ketawa-ketawa. Tapi menurut saya, pertanyaan paling unik di tahap wawancara ini adalah

"NWU itu kampus khusus cewek lho, kamu NGGAK PAPA, kan?"

Zzzz.... Hahahaha.... 

Jadi intinya, ketika teman-teman nanti berhadapan dengan pewawancara beasiswa via video call, perhatikan hal-hal berikut ini: 
1. Koneksi internet dan tempat wawancara. Serius. Saya sempat kebingungan akan wawancara di mana. Di rumah jelas nggak bisa diharapin. Saya sempat pengen wawancara di warnet, tapi errrrr.... Nggak bebas bicara. Akhirnya saya putuskan di kampus dengan pertimbangan kecepatan internet dan (biasanya sih) kalau hari Minggu, kampus sepi. 
2. Apabila peserta wawancara tidak hanya teman-teman, tapi ada orang lain yang masih satu lingkungan dengan teman-teman, saya sarankeun untuk wawancara secara terpisah. Beda tempat. Kenapa? Ternyata itu mempengaruhi psikis kita dalam menjawab pertanyaan. Percayalah. 
3. Jawab pertanyaan dengan lugas, yakin, pede, tapi tetap rendah hati. Keuntungan wawancara via Skype yang saya lakukan tersebut adalah saya dan pewawancara memiliki jarak. Berbeda ketika saya wawancara RS G to G tahun lalu yang mengharuskan saya bertatapan langsung dengan empat pewawancara. Ada atau tidak adanya jarak ternyata mempengaruhi mental saya juga dan kemampuan menjawab pertanyaan (mungkin terdengar sedikit aneh, tapi itu benar)
4. Ketika pewawancara mengajukan pertanyaan, "Ada yang mau ditanyakan?". Tanya saja. Sekritis mungkin mengenai beasiswa yang sedang kita apply. Mumpung kita berhadapan dengan penyelenggara beasiswa. Jelas, sebagai seorang peserta kita memiliki hak untuk bertanya. Bertanyalah dengan bahasa yang sopan dan tentu saja hindari pertanyaan mengenai hal-hal yang sudah jelas. 
5. Selalu tersenyum. Usahakan tidak terlalu grogi. 
6. Pakailah baju yang sopan dan rapi. Siapa tahu pewawancaranya naksir bros yang temen-temen pakai *uhuk* pengalaman *uhuk*
7. Kuasai tema skripsi teman-teman dan proposal penelitian teman-teman. Dari pengalaman wawancara RS G to G (ya, saya banyaaaaak belajar dari wawancara itu), yang terpenting bukan kemampuan berbahasa asing teman-teman --entah itu bahasa Inggris atau bahasa Jepang--, tetapi penguasaan materi proposal penelitian teman-teman, keurgensian proposal penelitian teman-teman sehingga harus dilakukan di Jepang, misalnya. Dengan demikian, apabila teman-teman mendapatkan pertanyaan yang sedikit 'menjatuhkan', teman-teman bisa mempertahankan tema teman-teman dengan jawaban diplomatis nan akademis (?). 


ja ne...